Keris, Belati Tikam Mistis
Sebuah Kisah tentang Cinta dan Pembunuhan
Kisah tentang keris, belati tikam mistis bergelombang asal Indonesia yang terkenal akan bilahnya, dimulai dari Jawa Timur.
Saat itu adalah abad ke-13 menurut kalender Kristiani. Hiduplah Tunggul Ametung yang adalah seorang akuwu (pemimpin) Tumapel, di Kerajaan Kediri. Suatu ketika, Tunggul Ametung mengunjungi Desa Panawijen dan melihat seorang wanita yang sangat cantik: namanya Ken Dedes.
Terpesona dengan kecantikannya, ia pun menuntut untuk langsung menikahi wanita itu, namun si wanita itu menolak, memohon agar menunggu sejenak hingga sang ayah kembali ke rumah.
Merasa tidak suka dengan penolakan yang dibuat, Tunggul Ametung menculik Ken Dedes dan membawanya ke Tumapel, di mana ia memaksa wanita itu untuk menjadi istrinya. Mendengar apa yang terjadi, ayahanda wanita cantik, yang bernama Mpu Purwa melontarkan suatu kutukan pada Tunggul Ametung:
“Laki-laki yang telah menculik anakku dari pada-ku akan terbunuh oleh bilah keris!”
Pernikahan itu melahirkan seorang anak bagi Ken Dedes, bernama Anusapati.
Adapun Ken Arok seorang penjahat dan bajingan, yang terkenal di Kerajaan Kediri karena perbuatannya yang jahat. Salah seorang bijak dari India bernama Mpu Loh Gawe melihat bahwa di dalam diri pemuda ini ada suatu reinkarnasi Dewa Wisnu: yang meramalkan bahwa penjahat ini nantinya akan menjadi raja besar yang memerintah di Pulau Jawa, oleh sebabnya Mpu Loh Gawe mengambil dan membawa Ken Arok menuju jalan yang benar, serta meyakinkannya untuk meninggalkan kehidupan lampau yang penuh dosa.
Berpegang pada komitmen untuk bertindak jauh lebih baik, Ken Arok menemukan pekerjaan sebagai pengawal Tunggul Ametung. Dalam pelayanannya itulah Ken Arok terpikat dengan kecantikan Ken Dedes, istri Tunggul Ametung. Bertekad jahat untuk mencuri sang istri dari tuannya, ia pun pergi menemukan Mpu Gandring, seorang ahli senjata besi yang terkenal. Ia mencari sebilah senjata yang dapat membunuh dengan hanya sekali tusuk.
Laki-laki Jawa memandang sebuah keris sebagai simbol kekuatan dan kebijaksanaan yang harus dipegang sebelum menikah. Pembuatan keris itu sendiri adalah proses panjang dan berat, membutuhkan latihan spiritual berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ken Arok menuntut ahli senjata besi agar menempa keris hanya dalam satu hari: sungguh tugas yang mustahil dilakukan. Mpu Gandring menyetujuinya dan secara ajaib berhasil menyelesaikan tugas mustahil itu, menciptakan, tentunya melalui ritual kuno, sebilah keris perkasa yang diilhami oleh kekuatan magis yang luar biasa.
Energi dari keris ini telah melampaui kodrat dari energi keris yang pernah dibuat sepanjang masa, namun Mpu Gandring belum menyelesaikan pembuatan sarung keris dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Sangat kesal dengan hal ini, Ken Arok menghujamkan keris yang baru dibuat itu ke dada si empu-nya. Dalam penderitaan luar biasa, Mpu Gandring pun melontarkan sebuah kutukan terkenal:
“Ken Arok, sejatinya pria yang mengambil nyawaku, tujuh turunannya akan terbunuh oleh bilah kerisku!”
Berbekal keris Mpu Gandring, Ken Arok menghujamkan keris itu pada Tunggul Ametung hingga akhirnya menewaskannya. Kutukan Mpu Purwa pun tergenapi: akibat menculik putrinya, Tunggul Ametung terbunuh oleh sebilah keris.
Ken Arok pun memperistri Ken Dedes, menyatakan diri sebagai penguasa Tumapel, serta membangun Kerajaan Singhasari, yang membentang luas di seluruh Jawa Timur.
Kerisnya yang ajaib, telah merenggut nyawa si empu-nya sendiri, muncul menghantui Ken Arok dan menuntut:
“Berikan Aku Lebih Banyak Darah!”
Dengan sangat ketakutan akan belati keris yang haus akan darah, Ken Arok mencoba memecahnya menjadi serpihan, namun entah mengapa keris itu tidak bisa dihancurkan. Keris itupun terbang, melayang pada Anusapati, putra Tunggul Ametung dan Ken Dedes, yang sebelumnya telah bersumpah untuk membalaskan dendam atas kematian ayahanda-nya.
Di tangan Anusapatilah, Ken Arok tewas oleh bilah keris ajaib, tergenapilah kutukan Mpu Gandring. Tetapi kutukan Mpu itu belum sepenuhnya tergenapi, mengingat ia menyatakan bahwa setidaknya tujuh orang lagi harus meregang nyawa. Setelah Ken Arok, memang ada tujuh orang lagi yang tewas karena bilah keris ini, termasuk Anusapati dan ibunya, Ken Dedes.
Untuk mengakhiri pembantaian yang terjadi, seorang Raja Jawa yang sangat sakti mengambil bilah yang telah terkutuk itu, lalu membuangnya ke kawah gunung api Kelud.
Apa yang baru saja kalian baca adalah kisah sebuah Keris Mpu Gandring, yang dinarasikan dalam salah satu dari cerita rakyat Jawa yang paling terkenal. Ibukota Kerajaan Singhasari terletak di dekat kota Malang, Jawa Timur pada era modern saat ini.
Asal usul sebuah keris sebenarnya telah lekang oleh waktu, dan legenda seperti ini seakan tetap mempertahankan gema perjalanan ceritanya yang panjang yang rumit.
Keris lebih dari sekedar senjata atau benda pusaka dengan makna religius: namun keris juga merupakan aspek dari karakter si pemiliknya. Karena itulah, semua keris adalah unik, memiliki bentuk, motif, bahkan kepribadinnya masing-masing.
Selama pembuatan keris inilah, pandai besi, atau yang disebut Mpu, menggunakan pengetahuan khusus dan kecakapan spiritualnya untuk membuat sebuah belati dengan kekuatan magis melalui doa yang terus menerus dihaturkan dan mantra-mantra suci yang terus dikumandangkan. Proses pembuatan ini meliputi sesajian pembuka, pengamatan bintang-bintang di langit guna mengamati adanya meteor, penempaan bilah keris serta sesajian penutup.
Dipandang sebagai hal yang luar biasa, pada dasaranya kegiatan mengamati bintang adalah bagian penting untuk memilih material dari sebuah bilah keris. Keris terbuat dari besi dan pamor di mana secara tradisional pamor dibuat dari batuan meteor seperti nikel, cobalt, perak, kromium dan tembaga. Bilah yang dibuat sedemikan rupa menjadi suatu refleksi akan suatu hal yang sifatnya keduniawian dan suatu hal lain yang bersifat kekal.
Keris merefleksikan hubungan antara manusia dan pencipta yang diwujudkan melalui kekuatan sebuah kreatif seni, dalam bentuk akhir sebilah keris, yang mana dimaknai sebagai karya yang Adi Luhung.
Keris dilengkapi dengan penutupnya, dinamakan warangka, yang terbuat dari beragam kayu seperti jati, cendana, timoho atau kemuning. Status sosial si pemilik keris ini juga ditentukan dari jenis kayu apa yang digunakan.
Kini, keris dapat digunakan sebagai suatu wasiat atau melambangkan identitas budaya, status sosial dan kekuatan politik. Keris juga disimpan sebagai benda pusaka, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi.
(Dela) Artikel ini adalah hasil dari salah satu pertemuan saya dengan Pak Eddy Indra Putra, seorang kolektor keris dari Malang. Keris yang ditunjukkan di atas adalah koleksi Pak Eddy. Nama pusaka ini adalah Pusaka Dhapur Sabuk Inten, berasal dari Kerajaan Majapahit (sekitar tahun 1293-1527), dan menampilkan pola pamor yang menawan berwarna abu-abu muda di tengah bilah kerisnya. Pamor itu memiliki nama juga yakni: Blarak Ngirit Tangguh Tuban.
Ini saja untuk hari ini! Kami akan berbicara lagi tentang keris di Unity Indonesia. Kami akan menampilkan Pak Eddy dan koleksinya. Terus ikuti kami untuk informasi lebih lanjut. :)
Dela & Alex